Community Reviews

Rating(3.9 / 5.0, 99 votes)
5 stars
29(29%)
4 stars
34(34%)
3 stars
36(36%)
2 stars
0(0%)
1 stars
0(0%)
99 reviews
April 25,2025
... Show More
Conhecia a poesia de Pablo Neruda através de vídeos no youtube. Apaixonei-me pelo poema "Te amo" e mas tarde li a sua autobiografia. Fiquei absolutamente encantada com todo o que este escritor viveu. Deve ter sido uma pessoa maravilhosa....

Estes sonetos descrevem vários tipos de amor. Não apenas o carnal. Há o amor puro, o amor amigo, o amor pela natureza, o amor pelo universo, o amor pelo seu país, entre outros. Os meus preferidos são aqueles que ele escreve para a sua amada. Li no original. A língua espanhola é tão bela. E só daquelas pessoas que considera que a poesia traduzida perde as suas sensações.
April 25,2025
... Show More
It was my first attempt to read a book in Spanish (a language I am not the best at). My attempt was not very successful as poetry is hard to understand even in the native language. I will continue with easier books in the future.
April 25,2025
... Show More
La poesía no es lo mío.
Y como estos sonetos no tenían la estructura de rima usual, o incluso alguna, pues.
Aún así algunos estaban nice.

3.8 stars

2024popsugarpoesias
April 25,2025
... Show More
#2010-16#

Sepotong hari di bukit ilalang

Pagi,...
Rintik gerimis udara dingin, inginkan satu pelukan hangat kekasih. Terbangun dengan satu ciuman di kening, sementara di luar hujan. Kuambil gaun musim panasku dan berjalan ke pintu, memandang hujan rintik halus yang indah, dan berkata kepadanya,

Aku mencintaimu tanpa tahu bagaimana, atau kapan, atau dari mana.
Aku mencintaimu dengan lugas, tanpa banyak soal atau rasa bangga;
begitulah aku mencintaimu sebab aku tak tahu jalan lain. (XVII)


Kulangkahkan kaki ke tepi beranda rumah putih, tempat ayunan tergantung menanti bergoyang. Kutahu akan tertidur di sini dengan desau angin yang melintas ketika hujan reda nanti.


Senja,...
Kemerahan, datanglah hampir tenggelam. Berlari kecil ke dermaga danau, hujan reda menyisakan wangi rumput basah yang diinjak tapak kaki.
Aku duduk bersandar pada satu tiang dermaga, pelepah daun kelapa mengambang di danau. Damai. Hanya beberapa burung melintas dengan bayangan yang terpantul di air. Hembusan angin memberi suara pada kemerisik tanaman tropis di ujung danau.

Ya: siang hari meretih seperti api, atau laksana kawanan lebah
melaju dengan karyanya yang hijau, mengubur dirinya di dedaunan:
sampai di pucuk daun merengkuh
buana gemilang yang berkedipan dan berbisikan.(XLII)


Lalu kulihat sepasang merpati yang sedang bercanda, seolah bersapa minta pengertian sebelum mereka terbang dipeluk angkasa,

Cintaku mempunyai dua kehidupan, untuk mencintaimu;
sebab itulah aku mencintaimu ketika aku tak mencintaimu
dan pula mengapa aku mencintaimu ketika aku mencintaimu.(XLIV)


Kulempar batu ke danau yang memantulkan cahaya langit. Biru di langit, biru di danau. Kelam di langit, kelam juga di danau.

Langit melipatkan sesayapmu ke atasmu,
mengangkatmu, membantunmu ke pelukanku
dengan rasa hormat yang misterius dan tepat waktu.(XLIX)



Petang,...
Kuberlari menuju hutan. Mengejar pelangi yang jatuh di ujungnya. Tak kuhiraukan luka di kaki yang melambatkan lajuku. Gaun yang tadi halus kini sedikit koyak. Hujan turun dengan deras, diiringi petir dan guntur bertalu-talu. Dimana ia? Aku kehilangan pelangi yang tidak muncul lagi. Apakah ini ilusi? Aku terduduk di batang tua, sambil mengusap hujan yang menetesi muka.

Mereka yang ingin melukaiku telah melukaimu,
dan setangkup racun rahasia untukku
bagaikan jaring yang berlalu lewat kerjaku - tapi meninggalkan
noda berkarat dan resah padamu.(LX)


Kemana dia? Apa dia pergi dengan yang lain? Kenapa tak kutemukan di sini di dalam hutan ini? Aku berlari memanggil namanya. Luka kakiku tak kuhiraukan. Badanku basah, aku kedinginan.

api. Aku mencintaimu hanya karena engkaulah
yang kucintai; aku membencimu tanpa akhir, dan membencimu
menikung ke arahmu, dan ukuran dari cintaku yang berubah-ubah untukmu
adalah bahwa aku tak bisa memandangmu namun mencintaimu.(LXV)


Lalu aku melihat bayangannya. Bukan pelangi, namun cahaya yang lebih terang. Aku berlari ke arahnya dan jatuh dalam pelukannya. Aku rindu sekali padanya. Mudah-mudahan ini nyata, bukan hanya bayangan semu yang kukejar.

sejak itu aku adalah aku karena engkau adalah engkau,
sejak itu engkau adalah engkau, aku adalah aku, kita adalah kita
dan melalui cinta aku jadi aku, engkau jadi engkau, kita jadi kita. (LXIX)


Lalu kita saling bertatap dan menuntun jalan menuju pulang. Kita bergandengan dalam sosok tubuh manja, merapatkan dan saling melindungi.

Kemudian cinta tahu mesti dipanggil cinta
Dan ketika aku mengalihkan mataku ke namamu,
tiba-tiba hatimu menunjukkan jalanku. (LXXIII)



Malam,...
Desir angin melambaikan tirai. Waktu serasa berhenti ketika kau memelukku. Hujan sudah mulai reda, dan perapian masih hangat. Gelegar petir terkadang memecah suasana. Namun kau tetap dalam diammu, di belakangku dan berbisik,

Aku ingin engkau hidup selagi aku menunggumu, mengantuk.
Aku ingin telingamu masih mendengar angin, aku ingin kau
menghirup aroma laut yang kita cintai bersama,
terus berjalan di pasir bak sediakala saat kita berjalan berdua.(LXXXIX)


Aku berjingkat, berbalik dan memandangnya. Kuletakkan telunjuk di bibirnya, untuk tidak berkata apa-apa lagi. Kusibakkan rambutnya, menatap kedalaman matanya, lekat-lekat,

Biarlah kita mencintai dengan cinta yang melahap buahnya dan
rontok, bayangnya dan kuasanya, ke ribaan bumi:
kau dan aku adalah cahaya yang bertahan,
dengan duri menyenangkan yang tak bisa ditarik lagi. (XCV)


Kami berdua memandang langit. Hujan baru saja reda. Tinggal bintang-bintang...


***
Tiga setengah bintang karena terjemahan. Ada angin apa ya nulis kayak di atas? fui.. siul-siul dulu aah..

April 25,2025
... Show More
Whoa, I meant to add Exile to my list, but this was right underneath it, and I accidentally gave this four stars. I hope this can be deleted. If not, this will be my review. If so, this makes for a funny story kinda.
April 25,2025
... Show More
"Κι αυτή η φορά ήταν σαν ποτέ και πάντα:
πάμε εκεί που δεν περιμένει τίποτα
και θα βρούμε ολ' αυτά που περιμένουν."
April 25,2025
... Show More
“Hangi yollardan geçip de vardın gönlüme?”

“Seviyorum seni belirgin sevgisi gibi karanlık nesnelerin,
gizliden gizliye, gölge ile ruh arasında.”

“Sevmiyorum dememden bileceksin sevdiğimi,
yaşamın iki yüzü olmasından gelir bu,
söz bir kanattır sessizlikten gelen,
soğuk değil midir ateşin bir yarısı…”

“İki hayatlıdır aşkım seni severken.
Bu yüzden sevmediğim zaman da seviyorum seni,
Bu yüzden sevdiğim zaman da seviyorum.”

“Aşk diyorum ya güvercinlerle doluyor dünya.
Baharı getiriyor her hecem benim.”

“Belki de var olmamak sen olmadan var olmaktır”

“Kim, söyleyin kim kaçabilir adımlarından
Sessiz ve kıyıcı koşturan bir yüreğin?”

***Şiir onu yazana değil, ona ihtiyacı olana da ait değil.
Bu şiirlerin hepsi Matilde’ye ait Sayın Neruda.
Yazılana.
Ben ikna oldum bir erkeğin bir kadını bu kadar sevebileceğine.
Ne pahalı hediyeler, ne de gösterişler, bir seviyi anlatmanın en nahif yolu, şiirler.
April 25,2025
... Show More
[3.5*]

Αυτός ο έντονος λυρισμός και ρομαντισμός με στοιχεία ιμπρεσιονισμού σε πολλά σημεία με κούρασαν. Έπρεπε να φτάσει το "Απόγευμα" για να μας πει ότι η Ματίλντε τον γουστάρει; Δεν θέλω να φανταστώ τι θα έγραφε άμα είχε φάει ερωτική απόρριψη από την αγαπημένη του Ματίλντε.
April 25,2025
... Show More
" Σε θέλω γιατί μόνο εσένα θέλω,
σε μισώ μα γι' αγάπη σου προσπέφτω,
κι ειν' της αθώας αγάπης μου το μέτρο
σαν τυφλός που αγαπά για να μη σε βλέπω."

"Μόνος στην ιστορία αυτή πεθαίνω
και πεθαίνω απ' αγάπη αφού σε θέλω,
σε θέλω, αγάπη, ώς το αίμα και ώς το τέλος"

" Καμιά άλλη δε θα κοιμηθεί με τα όνειρα μου, αγάπη.
Θα πλέεις, θα πλέουμε αντάμα μες στα νερά του χρόνου.
Καμιά δε θ' αρμενίσει στον ίσκιο πια μαζί μου,
μόνο εσύ πανταζώντανη, πάντα ήλιος και φεγγάρι."

Αφιερωμένο.

Έμπνευση. Ταύτιση.
April 25,2025
... Show More
It is very difficult to review a poetry collection. Neruda is undoubtedly a genious. This book contained diamonds of conception, yet the poets' occasional verbalisms and repetitive descriptions of the same subject - or should I say the same person - became tiring at times. My favourite sonnets were by far number 44 and 89.
April 25,2025
... Show More
Review: Romantisme Total Penyair Neruda

Seandainya dulu aku sudah membaca soneta Neruda ini, mungkin perjalanan cinta pertama, (saat duduk di bangku SD), akan mulus tanpa "bertepuk sebelah tangan" sebab hanya merasakan getar-getar cinta itu tanpa sanggup mengungkapkan, apalagi lewat puisi. Kalau ada bulan, cukup dalam hati aku katakan: anu, kaulah bulanku. Kalau lagi memandang langit aku katakan: anu, cintaku padamu setinggi langit. Hanya begitu. Dalam hati saja, tanpa sanggup membahasakannya. Bila sudah mengenal soneta ini, mungkin akan kusalin salah satu bait soneta Neruda ini untuk menggombal sang pujaan:

Aku mencintai segenggam bumi yang tak lain adalah Engkau./ Sebab padang-padang rumputnya, meluas laksana planet,/ aku tak punya bintang lain. Engkaulah tiruanku/ Atas semesta yang berlipat ganda. (soneta XVI, hal.18)

Kalau sekarang aku tuliskan puisi macam ini kepada seorang gadis penggemar sinetron, dengan mutlak akan kudapatkan jawaban: lebay, lu! :-)

Begitulah, aku membayangkan Neruda menulis puisi soneta ini dengan luapan emosi jiwanya. 100 soneta ini ditulis kepada kekasih sejatinya, istrinya Matilde Urrutia. Soneta ini berupa pujian dan pujaan kepada wanita "berbibir melon" dan bertubuh "ramping bak sebutir gandum telanjang" itu. Bisa jadi beberapa kali Neruda meninggalkan jejak air mata kebahagiaan dan keharuan saat menulis puisi-soneta dalam buku ini. Bisa kubayangkan butir demi bumi airmata Neruda tergelincir dari pelupuknya sebesar bawang bombay. Hahaha. Misalnya dua bait soneta berikut:

Tembaklah sinar bulan dengan harummu/ Tutuplah semua pintu dengan rambutmu./ Hanya jangan lupa, bila aku bangun menangis/ Itu karena dalam mimpiku aku bak si anak hilang. (soneta XXI, hal.23)

Matilde, Kekasihku, tinggalkan bibirmu separuh terbuka:/ Sebab ciuman penghabisan itu akan bertahan bersamaku/ Ia masih akan mukim, selamanya, di mulutmu/ Dengan begitu ciuman itu pergi bersamaku pula, ke dalam mautku. (soneta XCCIII, hal.103)

Aku menyelesaikan membaca buku Ciuman Hujan ini kurang lebih satu jam. Semuanya bagus. Namun yang paling berkesan bagiku, tepatnya yang paling kuingat dari buku kecil ini adalah soneta XX. Aku terpikat dengan soneta ini karena ditulis dengan agak nakal, lucu, dan sarkastik; namun sublim sekaligus.

Kekasih burukku, dikau adalah berangan yang berantakan.
Jelitaku, engkau cantik bagaikan angin.
Buruk: mulutmu cukup besar buat dua mulut.
Jelita: ciuman-ciumanmu segar laksana melon-melon baru.

Buruk: di manakah kau sembunyikan payudaramu?
Mereka terlalu kecil, seperti dua buah gandum.
Aku lebih suka melihat dua bulan menyeberang dadamu,
Dua menara akbar.

Buruk: laut bahkan tak mengandung benda-benda seperti kuku-kuku jarimu.
Jelita: bunga demi bunga, bintang demi bintang, ombak demi ombak,
Kekasih, aku telah membuat daftar dari tubuhmu:

Kekasih burukku, aku mencintai pinggang emasmu;
Jelitaku, aku mencintai kerut di dahimu.
Sayangku: aku mencintai kebeninganmu, kegelapanmu.


Awalnya aku berpikir: bahwa seorang penyair besar juga manusia biasa, yang kerap membuat dikotomi. Sempat kubayangkan "si buruk" untuk istri yang diceraikannya, mungkin Maryka Antonietta Hagenaar Vogelzang atau Delia Del Carril; sedangkan "si jelita" adalah istri barunya: Matilde, si penyanyi Chile yang merawat Neruda pada waktu sakit saat lawatannya ke Meksiko tahun 1945. (Kehidupan cinta Neruda ini juga memperkuat dugaanku: bahwa "lelaki besar" kerap bermasalah dengan cinta yang tak satu! hahaha.)

Namun aku sudah berubah pikiran saat sampai baris terakhir soneta ini. Sayangku: aku mencintai kebeninganmu, keburukanmu,. Seperti yang kerap kita dengar: bahwa mencintai itu berarti menerima kebaikan dan keburukan, kelebihan sekaligus kekurangan si pasangan. Kira-kira itu yang kutangkap dari soneta ini.

***
Pablo Neruda adalah penyair Komunis dari belahan dunia ketiga, tepatnya dari Chile. Buku kumpulan Soneta ini mempunyai judul asli Cien sonetos de Amor, yang kemudian disulih ole Tia Setiadi ke dalam bahasa indonesia berjudul Ciuman Hujan: Seratus Soneta Cinta. Buku ini diterjemahkan dari sumber kedua yaitu bahasa Inggris: 100 Love Sonnets, yang diterjemahkan Stephen Tapscott.

Penyair Neruda sangat disegani oleh sastrawan dan penyair kelas dunia. Konon, filsuf-sastrawan Jean Paul Sartre menolak menerima 'anugerah' Hadiah Nobel pada tahun 1964, salah satunya, karena alasan Pablo Neruda. Menurut Sartre, penyair Pablo Neruda yang lebih pantas untuk mendapatkan Nobel itu. Baru 7 tahun kemudian, 1971, Neruda mendapatkan hadiah paling mahal dan bergengsi itu. Bahkan novelis, juga pemenang Hadiah Nobel, Gabriel Garcia Marquez menganggap bahwa Neruda adalah penyair terbesar abad ke-20.

Gaya kepenyairan Neruda dalam soneta ini bisa dimasukkan ke dalam genre gaya romantik. Gaya romantik dicirikan bahwa penyair identik dengan puisi yang ditulisnya. Sedang bagi Sapardi, yang tidak suka gaya romantik itu, penyair itu hanya medium/ perantara lahirnya sajak sebagai "nurani alam". Penyair romantik menempatkan puisi sebagai ungkapan perasaan dan emosi paling individual, namun bukan yang paling mendalam. Secara sederhana, Sapardi melihat kaum romantik kurang mengontrol diri. Bagi kritikus lain mengatakan soneta ini tidak berpublik.

Namun aku tidak berpikir demikian. Tepatnya, aku tak peduli kritikan itu. Meski pun ada beberapa tampilan melankolis-genital-individual, bagiku itu cara menerobos kepenuhan diri juga. Dan aku menikmati kumpulan buku ini. Maka, bila ditanya, lebih bagus mana antara puisi klasik-romantik dan puisi kontemporer? Aku tak mau membuat dikotomi. Cukup kukatakan bahwa keduanya sama-sama menarik. Menarik untuk dikaji dan diappresiasi.

***
Tia Setiadi, penerjemah dan penyulih buku ini, menurutku telah berhasil menghadirkan buku ini. Meski ada beberapa cacat kecil dalam penggarapan penerjemahan buku ini. Pertama, buku ini diterjemahkan dari sumber kedua: bahasa Inggris. Idealnya diterjemahkan dari bahasa aslinya yang bahasa Spanyol. Namun karena bahasa Inggrisku pas-pasan, dan bahasa Spanyol tak kumengerti, aku tak mau mengoceh lebih jauh hehehe. Kedua, seperti ditulis Ronny Agustinus, ada satu kata yang tak masuk akal seperti "mawar-bergaram". Padahal frase ini sepertinya ingin mengatakan rosa de sal yang akrab disebut "mawar jepang" bagi penggemar bebungaan. Ketiga, kesalahan pengetikan pada beberapa kata - mengamini Rony - antara lain; Sarte harusnya Sartre, Robert Prost harusnya Robert Frost, gangang harusnya ganggang.

Meski pun demikian, kehadiran soneta Neruda ini sudah menambah khazanah perpuisian di negeri ini. Karena itu layaklah kita sambut kehadiran puisi terjemahan ini. Banyak hal yang bisa kita pelajari dari Ciuman Hujan ini, yang aku lihat sebagai: Romantisme total Penyair Neruda.***


PS:

1. Buku ini layak dibaca para lelaki jomblo yang cintanya selalu ditolak: 100 soneta ini bisa jadi referensi yang baik untuk tahu cara menggombal lebih dahsyat; pada para perempuan yang senang digombal juga bisa mencoba gombalan a la Neruda ini. Juga bagi mereka yang nyaris gila karena putus cinta; pergilah kebawah pohon rindang, bacakanlah soneta-soneta ini dengan air mata sebesar-besar bawang bombay. Hahaha.

2. Muchas gracias Juan Pablo Agung yang mengirimkan buku ini. Seandainya kau perempuan, dan menginginkannya; jangankan ciuman hujan, ciuman gunung berapi pun akan kuberikan padamu. hahaha
Leave a Review
You must be logged in to rate and post a review. Register an account to get started.