Aku harus membaca ulang buku ini dalam keadaan lebih fokus. Tokoh-tokohnya sangat banyak. Datang dan pergi, lalu muncul lagi di bab-bab yang jauh sesudahnya.
Dari buku ini aku jadi sedikit tahu sudut pandang orang Kristen yang mendukung Israel. Bagi mereka orang-orang Yahudi itu berhak mendapatkan rumah setelah mengalami pembantaian oleh NAZI. Dr. Ang Swee Chai ini tadinya pun menganggap PLO adalah teroris dan orang Palestina adalah orang-orang yang patut diwaspadai. Namun, anggapannya segera berubah saat dia mendaftarkan diri untuk jadi sukarelawan di Lebanon yang saat itu digempur Israel karena menampung para pengungsi Palestina dan anggota PLO.
Dr. Ang Swee Chai mendengar pejabat Israel berkata di media bahwa ia menyayangkan perang di Lebanon. "Namun untuk membuat telur dadar, kita harus memecahkan telur," kata pejabat itu untuk menjustifikasi serangan Israel. Dr. Ang Swee Chai yang melihat sendiri kehancuran di kamp Sabra-Shatilla di tahun 1982 bertanya-tanya, telur dadar macam apa yang sedang dibuat Israel. Apakah para korban dari Palestina dan Lebanon ini adalah telur-telur yang harus dipecahkan?
Situasi Lebanon pun rumit. Tadinya semua orang bersatu. Tapi setelah kejadian di Sabra-Shatilla, orang-orang terbagi menjadi milisi muslim dan milisi Kristen. Milisi muslim pun terpecah menjadi milisi sunni lawan milisi syi'ah. Korupsi terjadi di mana-mana. Pejabat Lebanon harus disuap untuk mempermudah proses birokrasi bagi seluruh tenaga medis sukarelawan ini.
Masalah-masalahku berasa sangat receh jika dibandingkan dengan berbagai bencana dan malapetaka yang digambarkan dalam buku ini. Dan dalam kondisi sangat kekurangan ini pun para pengungsi ini masih berusaha agar bisa memberi pada dr. Ang Swee Chai.
Usaha Ang Swee Chai agar kesaksiannya didengar terhalang dengan kenyataan bahwa ia hanyalah wanita keturunan Tionghoa Asia Tenggara. Para awak media lebih memperhitungkan suara dari orang-orang kulit putih. Apalagi kesaksian dr. Ang Swee Chai berbeda jauh dengan kesaksian IDF.
Ya Allah. Kaget dengan para pasien dan tenaga medis yang dibantai Israel di tahun 2023-2024? Sejak tahun 1982 pun mereka sudah melakukannya!!!
Sabra dan Sathila 2 nama yang (awalnya) terasa asing bagiku. Di mana lokasinya? Apa yang spesial? Tapi karena lembar demi lembar buku ini, membuatku merasa semakin dekat dengannya.
Buku ini kubeli 11 tahun yang lalu, pernah baca beberapa bab terus gak kuat dengan kesedihan dan kepedihan yang tertulis di sana
aku baca versi terjemahan bahasa melayu. versi yg aku percaya dibuat sempena 25 tahun sambutan pembantaian shabra dan shatilla.
buku ini cukup inspiring. tajuk buku ini sahaja memberi aku sangkaan perjalanan dia(pengarang) dari beirut,lubnan ke jerusalem,palestin.
tapi aku silap. setelah habis bab yg ke 2 akhir baru ak faham tajuk buku ini dan mengapa buku ini di tulis.
semangat kebangkitan untuk hidup rakyat palestin di kem pelarian shatilla merebak ke jerusalem sehingga rakyat palestin di sana bangkit dengan seruan intifadah.
dan pengarang, DR ANG SWEE CHAI, cuba mengalirkan semnagat itu ke seluruh dunia dengan tulisan ini.
Novel yang berat. Butuh perjuangan sampai akhir buat bacanya. Sebenarnya bukan novel si, lebih ke cerita nyata. Salut buat Dokter Ang Swee Chai yang dah berkorban banyak untuk rakyat Palestina.
Dr. Ang Swee Chai, is one of human being with big dedication and loyalty for her career and profession. I just cant imagine that must what happen in this land and how brace she was. Inspiring and Strong women.
Like the good doctor, I am a Singapore citizen, so this book is refreshing. However, it is a sad memoir. It will open your eyes and declutter the prejudiced mind.