Community Reviews

Rating(4 / 5.0, 100 votes)
5 stars
31(31%)
4 stars
35(35%)
3 stars
34(34%)
2 stars
0(0%)
1 stars
0(0%)
100 reviews
April 17,2025
... Show More
Simply put, I don't like books pretending to tell history while they are full of lies and political views.
If you want to know the truth about what happened in Sabra and Shatila, simply go to wikipedia.
The "zionists" did not murder all those people, the Lebanese did. To be more accurate, it was the Christian Lebanese who murdered all those people as revenge for the assassination of their leader who became the president of Lebanon.
April 17,2025
... Show More
Dr Ang is a heroine, and her account of the struggles of the Palestinian people and the selflessness of the people who tried to help is harrowing, compelling and inspiring.
What she saw after the massacre was absolutely gruesome and heartbreaking... That the Israelis had sent the PLO fighters away, persuaded everyone to lay down their arms, and then orchestrated the massacre of the remaining civilians is totally unacceptable... It is a war crime... You cannot help but agree with Dr Ang that the Palestinians' decision to fight back from them on was absolutely justified. I loved her account of the generosity of the British public, especially those who gave even though they had little themselves; and her account of the Palestinian and international friends and co-workers through the years - really heartwarming amid all the tragedy.
April 17,2025
... Show More
Kisah Pengabdian Seorang Dokter Perempuan di Camp Pengungsian Palestina
"Sebagai seorang kristen fundamentalis, dulu aku mendukung Israel. Pengalaman di Sabra-Sathila menyadarkanku bahwa orang palestina adalah manusia. Kebodohan dan prasangka telah membutakan mataku dari penderitaan bangsa Palestina. Buku ini adalah kesaksianku"
April 17,2025
... Show More
Pembacaan yang penuh dengan emosi.Penentangan rakyat Palestin untuk mendapatkan hak-haknya sudah terlalu lama dan yang pasti semangat rakyat palestin tak akan pernah luntuh malah makin kuat dari generasi ke generasi.
April 17,2025
... Show More
bukunya keren banget bikin gue nangis, nyeritain tentang pembantaian manusia oleh manusia...
April 17,2025
... Show More
"Kita hanya bisa menciptakan perdamaian jika ada keadilan," kata2 ini yg terus saya inget dr buku ini.

Buku ini merupakan kesaksian dr. Swee tentang
Pembantaian Sabra-Shatila, kamp pengungsi Palestina di Beirut,
Lebanon, pada 1982. Pembantaian Sabra-Shatilla merupakan salah satu tonggak paling tragisdalam konflik Israel-Arab; dan merupakan jejak Israel yang berlumurandarah dalam konflik yang sampai hari in belum juga kunjung usai.

Yang paling menarik dari buku ni adalah penulisnya, Dr. Swee adalah seorang nasrani dan beliau bukan seorang wartawan, jurnalis, politisi ataupun analis politik, melainkan seorang dokter bedah ortopedik.

Dr. Swee Lahir di Penang, Malaysia, Ayah-ibunya pernah dipenjarakan karena perjuangan mereka melawan penjajahan Jepang pada Perang Dunia II. Pengalaman itu
terlalu pahit sehingga keduanya memilih menjadi ateis meski membiarkan
Swee tumbuh dewasa dalam lingkungan Kristen yang taat.

Swee menyelesaikan sekolah kedokteran di Singapura berkat dorongan
ibunya, yang mengatakan penting bagi perempuan untuk mencapai gelar
yang umumnya hanya disandang kaum lelaki. Sang ibu juga selalu
mengingatkannya, bahwa "belum lama lalu, di Daratan China, bayi
perempuan yang baru lahir ditenggelamkan karena dianggap tak berharga."

Dia mengambil spesialisasi bedah ortopedik di The Royal London
Hospital, Inggris, dan menjadi warga negara itu sejak 1977. Bersama
Francis Khoo, seorang pengacara beragama Katolik, Swee kelak
mendirikan Medical Aid for Palestinians (MAP), selepas Sabra-Shatila.

Di London itulah, pada musim panas 1982, dia membaca koran dan
menonton televisi yang memberitakan bagaimana pasukan Israel
menggempur Lebanon. Dia nekad mendaftar sebagai sukarelawan untuk
berangkat, mengatasi rasa takutnya sendiri terhadap kemungkinan mati,
dan kemungkinan bertemu dengan "bangsa teroris" Palestina.

Membantu & hidup bersama orang2 palestina bahkan menyaksikan sec langsung pembantaian Sabra-Shatila mengubah pikiran bagi dr.Swee. "Sebagai seorang Kristen fundamentalis dulu aku mendukung
Israel... Pengalamanku di Sabra-Shatila menyadarkanku bahwa orang
Palestina adalah manusia."

ini buku sebenarnya sudah diterbitkan tahun 1989 di inggris. tahun 1996 sempat diterbitkan di amerika namun mendapat berbagai protes sampai akhirnya penerbitan di Amerika dihentikan. dan tahun 2002 buku tersebut akhirnya diterbitkan lagi di Kuala Lumpur, oleh Penerbit The Other Press. dan baru pada 2006 lalu buku ini diterbitkan oleh MIZAN di Indonesia dalan versi bahasa indonesia.

layak baca deh pokoknya...
April 17,2025
... Show More
Perjuangan saudara kami di Palestina digambarkan nyata oleh dr. Ang Swee Chai, tidak hanya menulis cerita...dia pelaku cerita dan nyata berada di TKP saat itu, ditulis tanpa berat sebelah (menurutku), salah satu buku kesukaan ku, membacanya berulang kali pun aku tetap menangis dan teriris dibuatnya, saudaraku Tuhan menyertai kalian....Glory Palestina....
April 17,2025
... Show More
Tears of Heaven, "From Beirut to Jerussalem" merupakan kesaksian dr. Swee tentang pembantaian Sabra - Shatila, kamp pengungsi Palestina di Beirut, Lebanon. dr. Swee sendiri merupakan seorang dokter bedah ortopedi kelahiran Penang, Malaysia. Dia adalah seorang kristen yang tumbuh dengan keyakinan mendukung Israel, membenci orang-orang Arab, dan memandang PLO (Palestine Liberation Organization) sebagai teroris yang harus dikutuk dan ditakuti. Menjadi relawan dokter di Palestina, melihat kondisi yang sebenarnya, telah mengubah paradigma-paradigma dr. Swee sebelumnya. Ia berbalik memihak rakyat Palestina, memihak keadilan dan kemanusiaan.

Jadi benar, "toleransi tidak bisa hanya diajarkan melainkan harus dialami dan dirasakan".

Pengalaman dr. Swee yang ia tuangkan dalam buku ini telah membukakan mata saya tentang banyak hal, dua di antaranya toleransi dan kemanusiaan. Buku ini telah menyihir saya menjadi pribadi yang lebih peka terhadap isu-isu kemanusiaan, bermimpi menjadi wartawan untuk menyampaikan keadilan, dan menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama.
April 17,2025
... Show More
ANDAINYA Dr Ang Swee Chai memperincikan perjuangan dalam misi kemanusiaannya di Lubnan dalam Dari Beirut ke Jerusalem, pastilah memoir ini tidak akan menemukan kesudahannya dan kita tidak berupaya mengempang air mata.

Pembaca lelaki dimaaf dan dibenarkan untuk menangis ketika membaca catatan sukarelawan sehingga tiada siapa pun yang akan menimbulkan soal kejantanannya atau sekurang-kurangnya berasa sebak ketika memamah catatan pandangan pertama doktor bedah yang bertugas ketika kem pelarian Palestin di Sabra dan Shatila, Lubnan itu disembelih.

Kita didedahkan dengan wajah derita kem pelarian Palestin yang berulang kali dikepung dan dihujani peluru sehingga pada satu tahap para ibu mencium anak-anaknya berkali-kali hanya untuk keluar mengambil air kerana merasakan ia seolah-olah pertemuan kali terakhir sebelum nyawa dirampas penembak tepat yang bersembunyi dari bangunan tinggi.

Dengan penuh rendah hati dan diri, Dr Swee Chai bercerita tentang pengalamannya dalam membina hospital daripada puing runtuhan kepada bangunan yang serba daif tetapi terpaksa menguruskan belasan ribu warga pelarian - beliau seolah-olahnya beberapa kali memulangkan kekaguman kita kepada rakyat Palestin dan rakan sukarelawannya.

Dari Beirut ke Jerusalem adalah memoir wajib dibaca oleh rakyat Malaysia kerana perjuangan Palestin tidak boleh mati dalam jiwa kita selepas umat Palestin beberapa kali hidup kembali selepas kematian kem pelarian mereka yang sangat dahsyat.
April 17,2025
... Show More
Keistimewaan orang palestina yang paling mengagumkan adalah --> ga peduli berapa kali pun dihancurkan mereka akan bangkit kembali, membangun bata demi bata... Mungkin kata2 "what doesn't kill you will make you stronger" bisa merepresentasikan kekuatan palestina..
April 17,2025
... Show More
Salah satu bagian yang tak terlupakan dari buku ini, ketika dr. Ang terpaksa harus mengoperasi pasien Palestinya, tanpa ketersediaan obat bius. Tapi sang pasien menabahkan dr. Ang dengan perkataan, "Doctora, Anda lupa? Saya seorang Palestina":
One of must-read-books.
Leave a Review
You must be logged in to rate and post a review. Register an account to get started.