Seorang wanita mungil asal Asia Tenggara nekat bekerja di antara dentuman bom Israel di kamp-kamp pengungsi Palestina. Menjadi tim kesehatan ‘tidak resmi’, dokter ahli bedah tulang ini menyaksikan bahwa banyak relawan ‘resmi’ Palang Merah Internasional yang bahkan tidak cukup terlindungi dan akhirnya mati akibat perang. Tokoh kita ini tidak takut mati. Naluri keibuan membuatnya ingin melindungi dan memberi harapan bagi mereka yang lemah. Membaca buku ini, kita diajak untuk menyimak langsung kondisi di TKP, bukan dari para peninjau, tetapi langsung dari orang lapangan. Ini buku saya baca pada peringatan Hari Kartini kemarin.
Buku yang amat menarik. Dr Swee menulisnya dengan teliti dalam memperincikan setiap peristiwa yang beliau lalui bersama masyarakat Palestin. Perlu dibaca untuk benar-benar menjiwai apa sebenarnya yang berlaku di sana. Apa yang disiarkan oleh media terlalu sedikit. Saya percaya ada lagi buku-buku catatan peribadi seperti ini yang berkaitan dengan topik yang sama. Saya teruja untuk mencari hasil-hasil tulisan yang lain. Namun dalam masa yang sama, saya berfikir, apa yang saya boleh lakukan untuk mereka?
dr. Ang lee,, you are the inspiration to make good will and make me thingking what i can do for people and make them feel their not lonely and still have people that care about them. good book of the doctor in Beirut,Lebanon in the civil war area, how the medic people fighting to rescue live and while outside of hospital building people hunting to killed more people. ironic of war. and childrens more suffered than us in that situation. can you imagine you need to rescue somebody but with limited sourche??hmh,,, bravo for volunteer in every place.
"Di Yad Vashem, aku menonton sebuah film tentang bagaimana Nazi mengindoktrinasi anggotanya dengan semangat anti-Yahudi. Nazi menganggap bangsa Yahudi sebagai ras yang lebih rendah dari manusia. Sebagian tentara Israel kini menganggap orang-orang Arab sebagai makhluk yang lebih rendah dari manusia. Mengapa mereka tidak belajar dari masa lalu? Apakah upaya menciptakan sebuah rumah bagi para korban penganiayaan Nazi dan rasialisme Eropa harus menimbulkan penderitaan orang-orang lain, yaitu rakyat Palestina?" (Hal. 214)
The condition of my brothers and sisters in Palestine, Lebanon were just headlines before I read this book. After reading this book, I keep questioning how on earth could something so cruel happen in this world?
This book gave me a great picture of how Palestinians had to live their lives. I totally admire the women in this book. How they were all brave, smart, and kind-hearted.
Totally a must read book for girls, women, muslims, peace-lovers... This book would make you more thankful for your peaceful life also would've push you to give the best of your life. At least that's what this book has done to me.
Jujur saja, sebelum membaca buku ini saya hanya mengetahui sedikit sekali tentang Palestina...
Di dalam buku ini, digambarkan tentang betapa kejamnya entitas Israel yang merampas tanah air dan membantai rakyat Palestina , dalam pembantaian Sabra Shatila, dan dalam pembantaian2 selanjutnya...
Karena di satu sisi saya juga menyukai ilmu kedokteran, buku ini benar2 menarik. Penulisnya adalah seorang dokter ahli orthopedi, yang semula dengan keyakinannya mengira bahwa rakyat Palestina adalah teroris. Tapi kemudian dia justru menjadi pembela rakyat Palestina, menjadi pelopor organisasi MAP (Medical Aid for Palestine) , dan mengumpulkan bantuan dari seluruh dunia untuk rakyat Palestina.
Heart wrenching.Menghabiskan pembacaan dengan air mata.Dan dalam diam masih berharap apa yang dibaca hanya fiksi semata.Ya Tuhan, berat sungguh penderitaan mereka.
Penceritaan Dr Swee sangat bersahaja,tapi tulus.Komitednya beliau merentasi halangan jarak, bahasa dan pandangan masyarakat sekeliling demi mengabdikan diri membantu mereka sedangkan aku yang duduk di tanah arab ini, belajar bertahun2 pula untuk menjadi 'duktura' namun hanya mampu memandang dari jauh konflik yg berlaku di Palestin dan Syria sana.